Dreams are renewable. No matter what our age or condition, there are still untapped possibilities within us and new beauty waiting to be born.

-Dale Turner-

Selasa, 29 Oktober 2019

Do you love yourself enough?

Pernah berada di hubungan toxic dan tidak menyadarinya sampai detik terakhir ,sangat membuka mata gue untuk tau mana yang gue butuhkan dan gue pantas dapatkan. Its like god thought me how to love myself more than anyone else.
Dulu gue selalu meng-ignore tanda-tanda toxic relationship yg gue alami, tapi sekarang ketika mau memulai hubungan lagi dengan yang baru, gue jadi lebih "aware" sama sign from universe tentang mana yang potential menjadi toxic di hidup gue, apalagi dalam relationship.

Awal mulanya hubungan berjalan juga cukup besar memiliki potensial dalam how the relationship end. Misalnya, dulu gue pernah deket sama orang yang ternyata udah punya pacar tapi katanya hubungannya udah gak baik-baik aja. Lalu orang itu putus sama pasangannya, dan jadian sama gue.
Kemudian beberapa tahun kemudian gue putus dengan alasan dia tertarik dengan perempuan lain, padahal saat itu hubungan gue sedang tidak ada masalah yg berarti. Lalu gue baru menyadari, gue saat itu pacaran dengan orang yang "gak bisa sendiri", jadi no wonder dia akan mencari backup dulu sebelum hubungan sebelumnya benar-benar berakhir. Dari situ gue menyadari bahwa, kita akan kehilangan sesuatu tepat di mana kita mengambilnya.
Pada saat itu gue menganggap gak semua orang yang "gak bisa sendiri" kayak gitu. Pasti ini emang karna si orang itu aja yang sifatnya begitu. Lalu beberapa bulan kemudian gue dihadapkan lagi dengan keadaan yang sama, gue pacaran dengan orang yang ternyata udah punya pacar. Pada saat gue pacaran, tentu aja gue gak tau dia udah punya pacar karna dia bilangnya dia single. Tapi emang aja ya yg namanya kebohongan, cepat atau lambat akan ketauan juga, akhirnya baru ketauan dia punya pacar yang udah lamaaa banget dan dia beralasan kalo udah gak harmonis dengan pasangannya itu makanya dia mencari wanita lain.
Gue bingung, kenapa kalo emang gak cocok tuh ya disudahi aja daripada menumpuk kesalahan dan bikin orang sakit hati. Ah manusia, memang susah untuk merasa puas.

Tapi gue akhirnya lanjut berjalan dengan orang ini karna dia lebih memilih gue daripada hubungannya yang lama itu. Berjalan beberapa bulan dan akhirnya gue menyadari lagi, awal mula hubungan gue ini gak bagus, dan bukan gak mungkin gue nanti akan merasakan hal yang sama kayak yang dialami masa lalunya pasangan gue ini.

Pada saat itu gue pun mulai menjaga hati agar tidak terlalu dalam perasaannya dengan dia, at least gue sudah bersiap diri apabila memang kejadian yang sama itu akan terjadi ke gue.

Gue mikir " is it the sign to go away?" but i still think "No, it's not. It's just a coincidence" (Well, i ignore the first sign, actually)

Lalu hubungan ini berjalan lagi di beberapa bulan ke depan, lalu gue menemukan bahwa ada beberapa sikap dia yang mengingatkan gue ke toxic relationship gue pada masanya.
Dari caranya dia menjelek-jelekan mantannya, ngomongin semua kehidupan pribadi mantannya, sampai hubungannya dengan teman-temannya yang tidak baik karena dia yang omongannya gak bisa dipegang itu bikin gue mikir "wah kalo gue jadi mantannya nanti dan gue udah terlanjur cerita banyak tentang diri gue, bisa-bisa gue dijelek2in juga nih di orang lain. Atau klo gue percaya dengan janji-janji manisnya, bisa-bisa gue kecewa juga nih karna dia gak nepatin janjinya".
Dari situ gue mulai sadar bahwa "Do i deserve to be treated like that anymore?"

Selflove memberikan "alarm" ketika gue mulai tidak mencintai diri gue dengan membiarkan orang lain berlaku tidak baik ke gue. Memberikan "rem" berupa logika yang kadang kala ilang kalo kita udah fall in love too deep into someone.
Gak gampang, memang. Selflove itu kayak hidup sehat. Susah banget buat ngejalaninnya, dan kalo pun sempet menjalaninya tapi gak konsisten, akan balik lagi ke penyakit-penyakitnya. Tapi kalo emang niat ngejalanin dan konsisten, you'll live happy and peacefull always.